Filled Under: ,

PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima Tenaga Ahli

Dengan diterbitkannya PER-31/PJ./2009 tanggal 25 Mei 2009 besarnya PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (“WPOP”), selaku tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (“Tenaga Ahli”) dirubah. Besarnya tariff PPh pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang berlaku sebelum tahun 2009, sebagaimana diatur dalam KEP-545/PJ./2000 Jo PER-15/PJ./2006 adalah sebesar
15% x Perkiraan Penghasilan Neto (50%) x Jumlah Imbalan Bruto , atau tarif efektif sebesar 7,5% x Jumlah Imbalan Bruto.

Sejak berlakunya Undang-undang No 36 tahun 2008 tentang Perubahan UU PPh terhitung mulai 1 Januari 2009 tariff PPh Orang Pribadi yang berlaku adalah sebagai berikut :



(Tarif tersebut diatas diatur dalam Pasal 17 UU PPh, sehingga lebih dikenal dengan istilah “tariff pasal 17” atau “tarif progresif” karena sifatnya yang pregresif )

Dengan perubahan tariff PPh Orang Pribadi tersebut, tentu juga diikuti dengan perubahan tariff pemotongan Pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada WP Orang Pribadi, sebagaimana diatur dalam pasal 21 UU PPh. Petunjuk pelaksanaan tentang Pemotongan PPh Pasal 21,khususnya yang terkait dengan imbalan yang dibayarkan kepada Tenaga Ahli diatur dalam PMK-252/PMK.03/2008 Jo PER-31/PJ./2009.

Definisi Tenaga Ahli
Dalam PPh Pasal 21, yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari : 1) pengacara, 2) akuntan, 3) arsitek, 4) dokter, 5) konsultan, 6) notaris, 7) penilai, dan 8.) aktuaris.
Disini, kata kuncinya adalah ‘melakukan pekerjaan bebas’. Dalam hal tenaga ahli tersebut tidak melakukan pekerjaan bebas, misalnya bekerja sebagai pegawai di institusi/ perusahaan tertentu, meskipun profesinya sebagai tenaga ahli, namun dalam menghitung PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaannya mengikuti ketentuan PPh Pasal 21 untuk pegawai.

Tarif yang berlaku
Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 atas jumlah kumulatif jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender

Jika kita bandingkan dengan ketentuan sebelum tahun 2009, dimana besarnya tariff efektif PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli adalah sebesar 7,5% dari Penghasilan Bruto, terlihat bahwa perhitungan PPh pasal 21 atas imbalan tenaga ahli sebelum tahun 2009 jauh lebih sederhana dibandingkan dengan yang saat ini berlaku. Dalam menghitung besarnya PPh21 yang terutang dan harus dipotong, Pihak Pemberi Penghasilan selaku pemotong pajak tidak perlu menghitung berapa jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli yang bersangkutan dalam satu tahun kalender

Perhitungan kumulatif hanya diperlukan pada saat pemotong pajak melaporkan SPT Tahunan PPh pasal 21. Dalam pengisian SPT 1721, jumlah kumulatif penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli dalam satu tahun kalender dilaporkan (diinformasikan kembali) dalam formulir 1721-B dan juga dirinci untuk masing-masing tenaga ahli penerima penghasilan dalam formulir 1721-C

Untuk tahun 2009, Pada saat menghitung PPh 21 yang terutang, untuk dapat menerapkan tariff yang benar, pemotong pajak harus mengetahui jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli tersebut sampai dengan saat pemotongan. Dalam lapisan tariff terendah telah digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tariff berikutnya seperti contoh sebagaimana tertera dalam lampiran PER-31 berikut ini :

Ir. Garda Suganda, adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima fee sebesar Rp 100.000.000,00 dari PT Selaras Propertindo sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya. Pada bulan Juli 2009 menrima pelunasan sisa fee sebesar Rp 50.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan Ir Garda Suganda adalah sbb :



Penjelasan Perhitungan :
Pada bulan Maret 2009, jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda sebesar Rp 50.000.000 (belum lebih dari 50juta),sehingga atas penghasilan yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda harus dipotong PPh pasal 21 sebesar 5% dari 50% Jumlah penghasilan bruto yang diterima. Sementara itu, Pada bulan Juli 2009, jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto yang dibayarkan kepadan Ir Garda Suganda telah melebihi Rp 50.000.000, sehingga tariff yang berlaku adalah 15% dari 50% Jumlah penghasilan bruto.

Apabila pada bulan-bulan berikutnya PT Selaras Propertindo membayar imbalan Jasa Arsitek kepada Ir Garda Suganda, besarnya tariff PPh 21 yang akan dikenakan mengikuti besarnya jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto. Misalnya :

Bulan Agustus Imbalan yang dibayarkan sebesar Rp 200 Juta dan bulan September sebesar Rp 200 Juta, maka besarnya PPh 21 yang harus dipotong atas imbalan yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda pada bulan Agustus dan September adalah sbb :



Jumlah kumulatif 50% Penghasilan Bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda pada bulan Agustus adalah sebesar Rp 175Juta (belum lebih dari Rp 250Juta), sehingga atas penghasilan yang dibayarkan kepada Ir Suganda tersebut terutang PPh pasal 21 dengan tariff 15% dari 50% x Jumlah imbalan bruto yang diterima. Pada bulan September 2009, jumlah kumulatif penghasilan bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda sebesar Rp 275 Juta (telah melebihi Rp 250Juta), oleh karena itu atas jumlah kumulatif 50% penghasilan bruto diatas 250juta akan dikenakan tariff 25%.

Dengan perubahan ketentuan ini, Wajib Pajak selaku Pemotong pajak, harus lebih rapi mengadministrasikan data-data pembayaran kepada tenaga ahli. Sebelum pembayaran dilakukan, pemberi penghasilan harus terlebih dahulu mengetahui berapa jumlah kumulatif 50% penghasilan bruto yang dibayarkan kepada tenaga ahli tertentu, agar dapat menerapkan tariff yang tepat dan terhindar dari sanksi karena kurang memotong PPh pasal 21.

PPh pasal 21 khusus untuk Dokter
Dalam PER-31, terdapat penegasan khusus atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh dokter yang melakukan praktek di rumah sakit / Klinik. Besarnya penghasilan bruto yang menjadi dasar perhitungan adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. Dengan demikian, penghasilan yang menjadi dasar perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh dokter bukan berdasarkan penghasilan yang riil diterima oleh dokter.

Kelebihan Pemotongan dan Penyetoran PPh selama periode Januari s/d April 2009.
Dalam PMK-252 yang digunakan sebagai acuan wajib pajak dalam melakukan pemotongan PPh pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan kepada tenaga ahli sejak Masa Januari s/d April 2009 , tidak terdapat ketentuan mengenai 50% dari jumlah kumulatif imbalan bruto sebagai dasar pengenaan pajak. Pasal 15 ayat (1) PMK-252, antara lain mengatur bahwa :

“Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas::
a. jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat berkesinambungan, yang diterima oleh bukan pegawai;
b. jumlah bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan; atau
c. jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan yang sebenarnya, yang diterima oleh bukan pegawai”.

Penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas termasuk dalam kelompok penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat 1 PMK-252, PPh pasal 21 yang terutang dan telah dipotong oleh pemberi penghasilan adalah sesuai tarif pasal 17 dari jumlah kumulatif penghasilan bruto yang dibayarkan. Namun demikian, dalam Per-31 yang diterbitkan tanggal 25 Mei 2009 dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009, terdapat ‘ketentuan baru’ yang mengatur bahwa besarnya PPh 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli adalah tarif pasal 17 atas jumlah kumulatif 50% dari jumlah penghasilan bruto. Dengan adanya “penurunan tariff” tersebut maka akan terdapat kelebihan pemotongan dan penyetoran PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli.

Pindahbuku atau kompensasi
Dengan adanya ‘ketentuan baru’ yang mengakibatkan terjadinya kelebihan pemotongan dan penyetoran PPh pasal 21 sejak Jan 2009, tentu menimbulkan banyak pertanyaan bagi wajib pajak, seperti :
- Apakah bukti potong yang telah diterbitkan harus direvisi dan dilakukan pembetulan SPT Masa?
- Apakah kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan ke tenaga ahli yang bersangkutan?
- Apakah kelebihan penyetoran tersebut harus diajukan pemindahbukuan atau dikompensasikan secara otomatis? Bagaimana mekanismenya?
- Dll..

Sayangnya, dalam PER-31 belum terdapat klausul yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pasal 22 ayat 7 PER-31 mengatur bahwa “Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang, oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26”
Merujuk pada pasal 22 tersebut, maka atas kelebihan pemotongan dan penyetoran PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli periode Jan – April 2009 dapat dikompensasikan (diperhitungkan dengan pembayaran bulan selanjutnya).

Tips & Trick
Seperti telah diuraikan di atas, perhitungan PPh 21 atas penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli dihitung berdasarkan tariff pasal 17 atas jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto. Oleh karena itu, pada saat melakukan pembayaran professional fee kepada tenaga ahli, pemotong pajak harus sudah mengetahui jumlah kumulatif penghasilan bruto yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli yang bersangkutan agar dapat menghitung PPh 21 yang terutang dan harus dipotong dengan tepat.
Berikut ini ilustrasi table yang bisa membantu untuk memonitor perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli sesuai contoh data PT Selaras Propertindo bulan Agustus 2009 :

0 comments: