Pokok-pokok Perubahan Ketiga UU KUP

PASAL 1

Penambahan beberapa definisi meliputi:
1. Pajak;
2. Bukti permulaan;
3. Pemeriksaan bukti permulaan;
4. Penyidik;
5. Putusan gugatan;
6. Putusan Peninjauan Kembali;
7. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
8. Tanggal dikirim; dan
9. Tanggal diterima.

PASAL 2
PEMBERIAN NPWP dan NPWP

Ketentuan sebelumnya :
[1] Kewajiban perpajakan dimulai sejak WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif belum diatur secara tegas.
[2] Wanita kawin yang dapat memperoleh NPWP hanya wanita kawin yang “hidup terpisah” atau “pisah penghasilan dan harta secara tertulis” dari suaminya.
Perubahan :
[1] Diatur secara tegas bahwa kewajiban perpajakan WP dimulai sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
[2] Wanita kawin yang tidak pisah harta dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai sarana untuk memenuhi hak dan kewajiban perpajakan atas namanya sendiri.


PASAL 3
SURAT PEMBERITAHUAN

Ketentuan sebelumnya :
[1] Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT hanya secara manual.
[2] Batas akhir penyampaian semua SPT Tahunan PPh paling lambat 3 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
[3] Perpanjangan SPT dengan permohonan dan harus dengan persetujuan Dirjen Pajak.
Perubahan :
[1] Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT dapat secara manual dan elektronik.
[2] Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
[3] Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT cukup dengan pemberitahuan.

PASAL 7
SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA

Ketentuan sebelumnya :
Denda keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT:
[1] SPT Masa Rp 50 ribu;
[2] SPT Tahunan Rp 100 ribu.
Perubahan :
[1] SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp 100 ribu;
[2] SPT Tahunan PPh badan Rp 1 juta;
[3] SPT Masa PPN Rp 500 ribu;
[4] SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.


PASAL 8
PEMBETULAN SPT

Ketentuan sebelumnya :
[1] Paling lama 2 (dua) tahun setelah Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
[2] Sanksi administrasi pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 200%.
Perubahan :
[1] Sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
[2] Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150%.

PASAL 9 dan PASAL 10
PEMBAYARAN PAJAK

Ketentuan sebelumnya :
[1] Pembayaran pajak yang dianggap sah belum diatur secara tegas. (Pasal 10)
[2] Kekurangan pajak berdasarkan SPT Tahunan dibayar paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak. (Pasal 9)
[3] Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk semua Wajib Pajak paling lama 1 bulan. (Pasal 9)
Perubahan :
[1] Penegasan bahwa pembayaran pajak di tempat yang ditentukan Menteri Keuangan adalah sah apabila telah disahkan oleh pejabat pada tempat pembayaran tersebut. (Pasal 10)
[2] Kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan. (Pasal 9)
[3] Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan. (Pasal 9)


PASAL 13A
SANKSI ADMINISTRASI BERUPA KENAIKAN

Ketentuan sebelumnya :
Sanksi administrasi untuk kealpaan yang pertama dilakukan Wajib Pajak, tidak diatur.
Perubahan :
Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.


PASAL 14
DASAR PENERBITAN SPT

Ketentuan sebelumnya :
[1] Pelaporan faktur pajak yang tidak sesuai dengan masa penerbitan tidak diatur.
[2] Pengusaha yang gagal berproduksi dan telah mengkreditkan Faktur Pajak Masukan tidak diatur khusus.
[3] Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat Faktur Pajak dikenai sanksi administrasi dengan STP.
Perubahan :
[1] Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak dikenai sanksi.
[2] Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan diwajibkan membayar kembali.
[3] Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat Faktur Pajak, tidak dikenai sanksi administrasi tetapi dikenai sanksi pidana.


PASAL 16
PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK

Ketentuan sebelumnya :
Batas akhir penyelesaian pembetulan 12 bulan.
Perubahan :
[1] Batas akhir penyelesaian pembetulan 6 bulan.
[2] Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak.


PASAL 17B
PENYELESAIAN SPT LB

Ketentuan sebelumnya :
Batas akhir pemeriksaan SPT LB bagi Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tidak diatur khusus.
Perubahan :
Batas akhir pemeriksaan SPT LB tertunda bila WP terhadap dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.


PASAL 17C & 17D
PERCEPATAN RESTITUSI

Ketentuan sebelumnya :
Hanya untuk Wajib Pajak Patuh.
(paling lama 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN)
Perubahan :
[1] Untuk Wajib Pajak Patuh; dan
[2] Untuk Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (WP beresiko rendah, seperti pengusaha kecil dan Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari satu pemberi kerja).


PASAL 17E
RESTITUSI PPN UNTUK TURIS ASING

Ketentuan sebelumnya :
Tidak diatur
Perubahan :
Dapat diberikan Restitusi PPN atas pembelian barang bawaan oleh wisatawan mancanegara.


PASAL 13 dan PASAL 22
DALUARSA PENETAPAN dan PENAGIHAN

Ketentuan sebelumnya :
Untuk penetapan dan penagihan:
10 (sepuluh) tahun sejak akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Perubahan :
[1] Untuk penetapan:
5 (lima) tahun sejak akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
[2] Untuk penagihan:
5 (lima) tahun sejak penerbitan penetapan pajak.


PASAL 21
HAK MENDAHULUI

Ketentuan sebelumnya :
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya. Selama ini dibatasi 2 tahun setelah penyampaian Surat Paksa.
Perubahan :
Hak mendahulu diubah menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.


PASAL 23
GUGATAN

Ketentuan sebelumnya :
Yang dapat digugat (objek gugatan):
[1] Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
[2] Semua Keputusan selain Pasal 25 dan Pasal 26;
[3] Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan dengan STP.
Perubahan :
Ditambahkan:
[1] Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak.
[2] Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.


PASAL 25
KEBERATAN

Ketentuan sebelumnya :
[1] Proses penyelesaian keberatan belum diatur.
[2] Keberatan diajukan harus dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak.
[3] Data/informasi yang dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan tidak diatur secara khusus.
[3] Keberatan tidak menunda kewajiban pembayaran dan penagihan pajak.
Perubahan :
[1] Wajib Pajak berhak untuk memperoleh hasil penelitian keberatan dan hadir untuk memberikan keterangan dan menerima penjelasan dalam pembahasan keberatan.
[2] Keberatan diajukan harus dalam jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim.
[3] Data/informasi yang pada saat pemeriksaan masih berada pada pihak ketiga, dapat dipertimbangkan.
[4] Wajib Pajak membayar ketetapan pajak paling sedikit sejumlah pajak yang disetujui oleh Wajib Pajak.
[5] Jangka waktu pelunasan pajak tertangguh.
[6] Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang pajak.
[7] Apabila Wajib Pajak kalah dan masih harus membayar kekurangan pajak, dikenai denda 50%.


PASAL 27
BANDING

Ketentuan sebelumnya :
Tidak diatur secara khusus
Perubahan :
[1] Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak sehingga tidak ditagih dengan surat paksa.
[2] Apabila Wajib Pajak kalah, dikenai denda sebesar 100% dari pajak yang belum dilunasi.
[3] Wajib Pajak berhak memperoleh keterangan secara tertulis mengenai dasar keputusan keberatan.


PASAL 27A
IMBALAN BUNGA

Ketentuan sebelumnya :
Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, hanya atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Perubahan :
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan, Surat Keputusan Pengurangan dan Surat Keputusan Pembatalan atas surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak, serta Surat Keputusan Keberatan, putusan banding, putusan Peninjauan Kembali atas surat ketetapan pajak, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan.


PASAL 28
PEMBUKUAN

Ketentuan sebelumnya :
Kewajiban menyimpan data pembukuan yang dikelola secara elektronik belum diatur.
Perubahan :
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara elektronik atau program aplikasi online wajib menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 tahun.


PASAL 29
PEMERIKSAAN

Ketentuan sebelumnya :
[1] Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak belum diatur secara tegas.
[2] Prosedur pemeriksaan belum diatur secara tegas di dalam batang tubuh Undang-Undang.
[3] Keharusan penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir (closing conference) hanya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan.
Perubahan :
[1] Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak diatur secara tegas.
[2] Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak meminjamkan atau memperlihatkan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan, pajaknya dapat dihitung secara jabatan.
[3] Dokumen untuk pemeriksaan wajib dipenuhi paling lambat satu bulan.
[4] Prosedur pemeriksaan mengenai penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan dan hak WP untuk hadir dalam pembahasan akhir (closing conference), dimuat dalam batang tubuh UU.
[5] Bila pemeriksaan tidak memenuhi prosedur ini, maka hasil pemeriksaan dibatalkan.


PASAL 29A
WAJIB PAJAK TERBUKA (GO PUBLIC)

Ketentuan sebelumnya :
Belum diatur secara tegas
Perubahan :
Wajib Pajak Go-Public yang laporan keuangannya Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan pemeriksaan cukup dengan pemeriksaan kantor apabila Wajib Pajak tersebut termasuk dalam kriteria yang harus diperiksa.


PASAL 35A
AKSES DATA

Ketentuan sebelumnya :
Terbatas pada adanya kegiatan pemeriksaan pajak.
Perubahan :
[1] Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak;
[2] Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.


PASAL 36
PENGURANGAN dan PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK

Ketentuan sebelumnya :
[1] Dilakukan terhadap ketetapan pajak yang tidak benar;
[2] Jangka waktu penyelesaian paling lama 12 bulan.
Perubahan :
[1] Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
[2] Mengurangkan atau membatalkan STP yang tidak benar;
[3] Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur;
[4] Batas akhir Jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.


PASAL 16
PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK

Ketentuan sebelumnya :
[1] Yang dapat dibetulkan adalah skp, STP, SK Keberatan, SK Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, SK Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar atau SKPPKP.
[2] Jangka waktu penyelesaian paling lama 12 bulan.
Perubahan :
[1] Menambahkan produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pembetulan, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
[2] Memecah produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pengurangan atau Pembatalan ketetapan pajak menjadi SK Pengurangan Sanksi Administrasi dan SK Penghapusan Sanksi Administrasi serta SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak menjadi SK Pengurangan Ketetapan Pajak dan SK Pembatalan Ketetapan Pajak.
[3] Jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.
[4] Apabila permintaan WP ditolak atau diterima sebagian, diberikan alasan.


PASAL 36A
SANKSI BAGI PETUGAS PAJAK

Ketentuan sebelumnya :
Sanksi bagi petugas pajak yang melakukan penyalahgunaan wewenang diatur secara umum.
Perubahan :
[1] Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi.
[2] Pegawai pajak yang dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan dan dikenai sanksi.
[3] Pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri dipidana berdasarkan KUHP.
[4] Pegawai pajak yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana berdasarkan UU Tipikor.
[5] Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


PASAL 36B
KODE ETIK PEGAWAI

Ketentuan sebelumnya :
Diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Perubahan :
[1] Pegawai DJP wajib mematuhi Kode Etik.
[2] Pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


PASAL 36C
KOMITE PENGAWAS PERPAJAKAN

Ketentuan sebelumnya :
Tidak diatur.
Perubahan :
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


PASAL 37A
SUNSET POLICY

Ketentuan sebelumnya :
Tidak diatur.
Perubahan :
[1] WP yang membetulkan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2007 selama masa 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU, diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
[2] Wajib Pajak Orang Pribadi yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU ini diberi kemudahan:
[2.a.] diberikan penghapusan sanksi administrasi
[2.b.] Tidak dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data yang menyatakan bahwa SPT Wajib Pajak tidakbenar.


PASAL 39A
SANKSI PIDANA

Ketentuan sebelumnya :
Pidana atas penerbit dan pengedar Faktur Pajak fiktif dan setoran pajak fiktif belum diatur.
Perubahan :
Penerbit, pengguna, pengedar Faktur Pajak fiktif, dan/atau bukti pemungutan dan/atau bukti pemotongan pajak fiktif (bermasalah), diancam pidana penjara dan pidana denda;


PASAL 41A
SANKSI PIDANA

Ketentuan sebelumnya :
Belum mengatur kewajiban memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Perubahan :
Setiap orang dari asosiasi, instansi dan lembaga Pemerintah, dan pihak ketiga yang tidak melaksanakan kewajiban memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pihak yang menyebabkan tidak terpenuhinya data dan informasi dimaksud dikenai sanksi pidana.

KONSTRUKSI SANKSI PIDANA

Ketentuan sebelumnya :
Sanksi pidana atas Tindak Pidana di bidang perpajakan hanya dikenakan sanksi maksimal.
Perubahan :
Beberapa sanksi pidana di bidang perpajakan dikenakan sanksi minimal dan maksimal.

PASAL 44
KETENTUAN PENYIDIKAN

Ketentuan sebelumnya :
Belum dijelaskan secara tegas mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan hal-hal yang dapat dilakukan penyitaan.
Perubahan :
[1] Yang menyidik hanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
[2] Penyitaan dilakukan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Istilah dalam KUP

Istilah dalam KUP perpajakan
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.


27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Pajak adalah …

Pajak adalah kewajiban seorang penduduk kepada negara dimana dia tinggal. Pajak adalah pungutan yang dapat dipaksakan untuk membiayai administrasi negara dan kemakmuran rakyatnya. Pajak adalah perpindahan dana dari sektor privat ke sektor publik.

Biasanya dibedakan antara pajak dengan retribusi. Pajak adalah pungutan, iuran, atau pembayaran yang dilakukan oleh penduduk suatu negara tapi tidak jelas peruntukannya. Pokoknya kalau sudah bayar pajak ke negara berarti menjadi penghasilan negara. Penghasilan itu dipakai untuk apa saja, itu urusan pemerintah dengan DPR atau pemerintah daerah dengan DPRD.

Sedangkan retribusi seperti “membeli jasa” sektor publik. Controh retribusi adalah parkir yang diselenggarakan oleh Pemda. Kita tidak akan bayar retribusi parkir jika tidak memarkirkan kendaraan. Jika kita diminta membayar biaya administrasi saat kita meminta pelayanan umum seperti bikin KTP, SIUP, dan lainnya, itu juga termasuk retribusi.

Praktek pembayaran pajak dengan retribusi juga bisa dibedakan. Pajak dibayar ke bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Kantor pajak hanya mengurus administrasi pelaporan pembayaran pajak saja. Sedangkan retribusi dibayar kepada petugas. Retribusi parkir berarti dibayar ke petugas parkir, retribusi rumah sakit berarti dibayar ke petugas rumah sakit. Tidak ada kewajiban pelaporan atas pembayaran retribusi.

Pajak harus berdasarkan undang-undang. Retribusi harus berdasarkan peraturan daerah (perda). Tanpa itu, pajak tidak dapat dipaksakan, dan pekerjaan itu dapat disamakan dengan perampokan karena tidak sah. Istilah yang lebih halus dan sudah diketahui umum adalah pungli, kepanjangan dari pungutan liar. Disebut liar karena tidak dilandasasi dengan undang-undang atau peraturan daerah.

Kenapa harus dilandasi dengan undang-undang?
Ini masalah filosofi perlunya parlemen. Berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sering kita junjung. Anggota DPR adalah wakil rakyat ditempat pemilihannya. Anggota DPR adalah penyambung lidah kehendak rakyat. Jika DPR telah setuju dengan adanya suatu jenis pajak, artinya rakyat dianggap telah setuju untuk dipungut pajak. Kalau rakyat sudah setuju dipungut pajak, maka pemerintah tinggal menjalankan amanat itu.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah bagian dari Depertemen Keuangan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari rakyat. Walaupun pada prakteknya rakyat disuruh membayar pajak ke bank atau kantor pos langsung, tetapi administrasi dan pengawasan pembayaran itu dilakukan oleh DJP. Rakyat yang sudah dapat dipungut pajaknya berdasarkan undang-undang perpajakan kita disebut wajib pajak. Jadi, istilah wajib pajak berarti rakyat yang “sudah seharusnya” membayar pajak kepada negara.

Yurisdiksi Pengenaan Pajak

Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi, “Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang.” Setelah amandemen UUD 1945, ketentuan tentang pajak ada di Pasal 23A, yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang." Ketentuan ini sesuai dengan suatu dalil yang berkembang di Inggris yaitu No Taxation without representation. Semua jenis pungutan yang membebani rakyat harus didasarkan pada undang-undang. Khusus untuk Pajak Penghasilan, yang berlaku saat ini, Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh 1984).

Berdasarkan Pasal 2 UU PPh 1984, Indonesia membangun yurisdiksi pemajakan berdasarkan dua kaitan fiskal (fiscal allegiance) yaitu: subjektif dan objektif. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh 1984 yang mengatur subjek pajak dalam negeri, berbunyi, “Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.” Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau domisili, keberadaan, atau niat bertempat tinggal di Indonesia. Ketiga syarat ini merupakan cara pengujian, dimanakah seseorang berdomisili.

Sedangkan untuk subjek pajak badan, ketentuan tentang domisili diatur dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh 1984. Suatu badan dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi syarat sebagai berikut: badan tersebut didirikan di Indonesia, atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Kepastian domisili ini sangat penting karena berkaitan dengan hak pemajakan berdasarkan asas domisili. Asas domisili yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang menentukan bahwa negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan lebih berhak mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang berasal dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada di dalam negeri maupun di luar negeri.

Selain asas domilisi, terdapat satu asas lagi yang berlaku dalam UU PPh 1984 dan diterima secara global, yaitu asal sumber. Yurisdiksi sumber Indonesia mendasarkan kepada dua unsur, yaitu: menjalankan suatu aktivitas ekonomi secara signifikan, dan menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.

Menurut asas sumber, negara tempat sumber itu terletak, lebih berhak mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu, tak pandang dimana orang yang memiliki sumber itu berada (di luar negeri yang mengenakan pajak). Siapapun, orang pribadi atau badan, yang menerima atau memperoleh penghasilan, baik penghasilan dari usaha (active income) atau penghasilan dari modal (passive income), dari Indonesia dapat dikenakan Pajak Penghasilan. Dasar hukum asas ini adalah Pasal 2 ayat (4) UU PPh 1984.

Apa itu NPWP

Istilah NPWP nampaknya sekarang sudah semakin populer di masyarakat. Ini tak lain karena gencarnya iklan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tentang kewajiban untuk ber NPWP. "Punya penghasilan tapi tidak punya NPWP? Apa kata dunia?" Saya kira hampir semua kita sudah pernah melihat iklan itu.

NPWP sendiri adalah kependekan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. NPWP digunakan sebagai sarana administrasi dalam pemenuhan kewajiban dan hak masyarakat Wajib Pajak.

Fungsinya mirip-mirip dengan KTP atau SIM, Cuma beda tujuannya saja. Nah, jika seseorang atau badan sudah memiliki NPWP, maka ia akan masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia.

Dengan demikian, secara formal, Wajib Pajak nantinya harus melakukan pelaporan-pelaporan pajak sesuai dengan jenis-jenis kewajibannya. Jenis-jenis kewajiban pajak ini bermacam-macam. Ada yang disebut PPh Pasal 25/29, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) serta ada juga kewajiban PPN.

Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak hampir meliputi semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25 bulanan, dan pelaporan SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karaywan, kewajibannya juga meliputi PPh Pasal 21. Bagi orang pribadi yang statusnya hanya sebagai karyawan, kewajibannya hanya menyampaikan SPT Tahunan setiap tahun.

Mungkin banyak di antara Anda yang bertanya, siapa yang harus memiliki NPWP. Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb) wajib memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki NPWP adalah orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah tertentu yang disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Tulisan ini hanya pengantar untuk mempelajari lebih mendalam tentang pajak di Indonesia. Tulisan-tulisan berikutnya akan membahas masing-masing jenis kewajiban pajak tersebut. Untuk itu silahkan pantau terus blog ini.